Jumat, 26 Februari 2010

BAB II LANDASAN KONSEPTUAL MPMBS

A. Pengertian MPMBS
Depdiknas (2002) merumuskan MPMBS sebagai model manajemen pendidikan yang otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas (keluwesan) kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung stakeholder untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Otonomi (swa) ialah kewenangan dan kemandirian dalam mengatur diri sendiri secara merdeka (tidak tergantung pihak lain). Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah akan mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya sehingga sekolah lebih mandiri. Melalui kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program sekolah sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. yang ada. Kemandirian harus didukung antara lain oleh kemampuan: merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, kepemimpinan transformasional, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, berkomunikasi, berkoordinasi secara sinerji, dan melakukan perubahan organisasi organisasi (jujur, adil, demokratis, transparan, adaptif, antisipatif, memberdayakan sumberdaya yang ada, dan memenuhi kebutuhan sendiri). Kemandirian dalam program dan pendanaan adalah indikator utama kemandirian sekolah. Kemandirian sekolah yang terus menerus akan menjamin keberlangsung dan pengembangan sekolah (sustainabilitas). Sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif, antisipatif, proaktif sekaligus memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya; bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya (Depdiknas,2002).
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan stakeholder adalah: pemberian kewenangan, pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara kerja tim, variasi tugas dan hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerja sendiri, tantangan dan kepercayaan serta pujian didengar, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tinggi (Depdiknas,2002).
Fleksibelitas ialah keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Dengan fleksibelitas, sekolah lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal, tidak lagi harus menunggu petunjuk dari atasan dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya sekolah yang ada. Akibatnya, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam merespons kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, peluang-peluang, dan ancamana-ancaman yang dihadapi. Meskipun sekolah sudah memiliki keluwesan-keluwesan, ia harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Partisipasi ialah keterlibatan langsung dan aktif stakeholders dalam manajemen pendidikan baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Hal ini dilandasi keyakinan bila stakeholder berpartisipasi, maka mereka akan merasa dihargai. Manusia pada hakekatnya ingin memenuhi kebutuhannya dengan penghargaan (esteem need) (Maslow,1954). Jika manusia dihargai, maka dia akan merasa dilibatkan. Jadi, penghargaan dan partisipasi merupakan hubungan sebab akibat (timbal balik). Jika manusia dilibatkan, maka ia merasa bertanggung jawab dan berdedikasi (juga mempunyai hubungan timbal balik).
Jika manusia merasa bertanggung jawab dan berdedikasi, maka ia merasa memiliki (mempunyai hubungan timbal balik). Singkatnya, makin besar partisipasi, makin besar pula penghargaan. Makin besar penghargaan, makin besar pula tanggung jawab. Makin besar tanggung jawab, makin besar pula rasa memiliki. Dalam melakukan partisipasi harus mempertimbangkan keahlian (kompetensi), tenaga, dana, waktu stakeholder sesuai dengan relevansinya. Stakeholder harus bekerja bahu membahu secara profesional sebagai tim kerja yang sinergis dan solid.
Untuk membuat stakeholder yang terlibat dan merasa memiliki terhadap sekolah diperlukan suasana masyarakat yang demokratis, dan stakeholder terlibat dalam proses pengambilan keputusan
MPMBS menuntut partisipasi lebih besar dari stakeholder dalam setiap kebijakan dan sepanjang proses pembuatan keputusan sekolah berlangsung, semua keputusan harus dibuat secara kolektif dan sinergis bersama stakeholder. Dalam konteks MPMBS, segala kesempatan harus ada dan dimaknai untuk meningkatkan profesionalisme para staf dan kerjasama staf dengan orang-tua yang lebih kondusif dalam melayani pendidikan peserta didik. Konsep ini menuntut para orang-tua dan guru mengerti segala kebutuhan yang terbaik untuk peserta didiknya, dan melalui satu usaha yang kooperatif, mereka dapat bahu membahu meningkatkan program-program yang tepat sesuai kebutuhan peserta didik (Duhou, 2002).
Peningkatan peran kelompok yang membuat kebijakan barbasis sekolah dan proses perencanaan pembangunan adalah sebagai contoh gerakan menuju ke arah desentralisasi yang lebih besar. Dalam bentuknya yang sederhana, MPMBS mendeskripsikan satu rangkaian praktik yang di dalamnya semakin banyak melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam membuat keputusan-keputusan berkaitan dengan program sekolah (Duhou, 2002).
Peningkatan partisipasi stakeholder dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan adalah dalam hal program dan keuangan. Kerjasama ialah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar stakeholder yang erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif kerja tim yang kuat dan cerdas (Depdiknas,2002). Demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembaga melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan (Depdiknas,2002).
Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi yang optimal dalam manajemen sekolah dan alokasi sumberdaya yang mempresentasikan MPMBS, sekolah perlu merumuskan akuntabillitas sekolah. Konsep-konsep sekolah selama ini harus ditata ulang, dan langkah ini menuntut keahlian dari semua pihak terutama komite dan dewan sekolah, pengawas sekolah, para pemimpin lokal, dan masyarakat umum. Keahlian dapat diberikan melalui sistem in service training secara khusus dan profesional (Duhou,2002). Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada stakeholder melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka.


B. Alasan Diterapkannya MPMBS
Alasan perlu diterapkannya MPMBS antara lain adalah untuk:
(1) menerapkan UU Sisdiknas Pasal 51 ayat 1 secara murni dan konsekuen;
(2) memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian otonomi, fleksibilitas, dan partisipasi;
(3) meningkatkan mutu sekolah melalui kemandirian dan inisiatif sekolah;
(4) mempercepat transformasi proses belajar mengajar secara optimal;
(5) meningkatkan motivasi kepala sekolah agar lebih bertanggung jawab terhadap mutu peserta didik;
(6) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada stakeholders sehingga selalu berusaha seoptimal mungkin melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan;
(7) memberikan tanggung jawab baru bagi pelaku MPMBS;
(8) meningkatkan kepedulian stakeholder dalam penyelenggaraan pendidikan;
(9) meningkatkan usaha desentralisasi manajemen pendidikan;
(10) memberdayakan sumberdaya manusia lokal serta sarana dan prasarana sekolah yang ada sesuai kebutuhan peserta didik;
(11) memacu inissiatif dan kreativitas dalam meningkatkan mutu sekolah;
(12) memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan lebih lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah;
(13) mengetahui SWOT (Strength, Weaknesess, Opportunities, Threats) bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya;
(14) mengambil keputusan yang cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
(15) menggunakan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat;
(16) melibatkan stakeholder dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat;
(17) melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan stakeholder; dan
(18) merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

C. Prinsip-prinsip MPMBS
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MPMBS adalah sebagai berikut.
(1) Pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak
(2) Sekolah adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.
(3) Segala keputusan sekolah dibuat oleh oleh pihak-pihak yang benar-benar mengerti tentang sekolah termasuk seluruh warganya.
(4) Guru-guru harus membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum.
(5) Sekolah mandiri membuat keputusan pengalokasian dana, dan
(6) Perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholder (Dorseif,1996).











Berikut adalah contoh instrumen observasi supervisi MPMBS.
Tabel 1
Instrumen Observasi Supervisi MPMBS
Nama Pengawas : Sugiharto
Nama Sekolah : .........
No. Aspek yang diobservasi Pelaksanaan Masalah
Pemecahan
Baik Belum Baik
1 2 3 4 5 6
1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MPMBS dengan melibatkan stakeholder.
2. Mengoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya di sekolah dan di luar sekolah untuk mencapai sasaran MPMBS
3. Melaksanakan program MPMBS secara efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip Total
Quality Management (TQM) dan pendekatan sistem.

4. Melaksanakan pengawasan dan pembimbingan pelaksanaan MPMBS sehingga kejituan implementasi dapat dijamin untuk mencapai sasaran MPMBS
5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi pencapaian sasaran MPMBS yang telah ditetapkan. Hasilnya untuk menentukan sasaran baru MPMBS tahun berikutnya.

6. Menyusun laporan pelaksanaan MPMBS beserta hasilnya secara lengkap dan benar untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota, komite sekolah dan yayasan (bagi sekolah swasta).
7. Mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan MPMBS kepada stakeholder.

D. Rangkuman
1. Ada tiga hal pokok yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yaitu:
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan memusatkan pada output,
penyelenggaraan birokratik-senralistik, dan peran serta masyarakat sangat
minim.
2. MPMBS ialah model manajemen pendidikan yang otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas (keluwesan) kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung stakeholder untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Tujuan umum MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan
sekolah.
4. Tujuan khusus MPMBS ada 10.
5. Alasan perlu diterapkannya MPMBS ada 18.
6. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MPMBS ada 6.

Tidak ada komentar: